Rabu, Februari 08, 2012
Just Because Money?

Kalau ngomongin duit, rasanya nggak pernah abis. Tentang nyari duit yang susahnya minta ampun sampai mudahnya ngeluarin duit. Gue ngeliat kayaknya pada kenyataannya kok hidup ini segalanya penuh tentang duit? Mungkin kalo nggak ada duit, orang akan dengan bebas meraih hak nya sebagai manusia yang manusiawi. Orang akan saling berbagi. Dan segalanya tercukupi. Tidak ada orang yang saling menuduh. Orang-orang tidak kikuk menghadapi kehidupannya. Manusia akan lebih jujur. Mungkin tidak ada masalah di dunia ini. Tidak ada hukum. Hidup damai. Tentram. Dan nyaman.




Posisi gue sekarang serba salah. Niat gue pulang ke rumah itu benar-benar ingin rehat. Rehat dalam arti segalanya dibenarkan atau diluruskan untuk menghadapi jalan yang masih terbentang ke depan. Mulai dari hal-hal yang kecil, seperti punya SIM A tapi nyatanya nggak bisa karena nggak ada duit buat bikin atau kursus nyetir mobil. Gue juga punya rencana buat ngejual laptop gue dalam kondisi rusak di bagian mainboard, sebenernya rencana gue ngejual itu buat memperbaiki komputer gue yang bakal di rombak, kemarin di itung-itung abisnya sekitar 3 jutaan. Mungkin laptop gue kejual lebih murah karena kondisinya rusak, dan 3 juta buat ngerombak komputer bisa teratasi, lagian komputer dirumah sama sekali nggak dipake, daripada nganggur dirumah, mending dibawa aja. Lagian gue jarang bawa laptop kalo kuliah, lebih enak bawa buku.

Rencana sudah berjalan, tapi sumber dana, yaitu dari nyokap bokap gue yang bikin rencana gue buyar. SIM A benar-benar nggak dapet kali ini gara-gara dut emang nggak ada, gue males kalo cuman bilang ke orang tua gue, tapi mereka nggak sepenuhnya mensupport. Komputer gue juga demikian, tadinya gue mau rombak dibagian grafis karena gue sering ngedit film ataupun foto. Tapi lagi-lagi bokap nyokap gue nggak nyetujuin, alesannya kemahalan, yaa sekitar 3 jutaan tadi. Padahal kalo mau beli baru, bisa sekitar 5jt-6jt. Untung gue nggak minta dibeliin Apple, mungkin udah di usir dari rumah kali gue.

Sebenernya itu bukan keinginan gue. Tapi kebutuhan. This is not i will, but i want it. Mungkin gue harus terlahir di keluarga yang mempunyai talent di bidang perfilman atau dibidang seni. Kadang gue menilai faktor luck di dapat seseorang dari dimana dia dilahirkan. Kalau dia di lahirkan di keluarga yang mempunyai talent musik, paling tidak orang tuanya akan mendukung dia kalau serius dibidang musik. Tapi yang kayak gitu gue masih belum percaya. Karena setiap individu mempunya sifat yang berbeda. Hanya kecocokan yang dapat menyatukan individu tersebut. Tidak ada kecocokan? Jangan harap bisa berjalan lancar... terserah kalian bisa berpendapat apa saja, itu pendapat gue, yang gue lihat dari beberapa kejadian di sekitar gue, baik yang dialami orang lain atau saudara-saudara gue...

Gue pernah nulis, “Jalan Masih Panjang”. Jalan memang masih panjang. Panjang sekali. Di depan masih ada destinasi yang gue sendiri nggak tau. Sesaat gue menoleh ke belakang, rupanya jalan gue nggak mulus. Mungkin selama ini jalan gue yang dibelakang itu adalah halusinasi belaka. Gue nggak bergerak kemana-mana. Jadi biar gue jelasin, impian gue adalah ingin mempunyai karya, yang bisa gue hasilkan adalah film pendek, video, video clip, dokumenter, cerpen gue, hasil kesukaan gue menulis, serta hasil-hasil jepretan foto gue. Semuanya adalah hasil ekspresi gue yang ingin mengatakan sesuatu, tapi gue ingin mengatakan sesuatu itu dari hasil karya gue. Tapi gue melihat, tidak ada yang mendukung itu. Pertama kali gue punya karya, semua mendukung itu. Tapi semakin jauh melangkah, semuanya hilang. Satu persatu mulai surut. Dimulai dari dukungan orang tua yang sudah mengurang, alat-alatnya yang satu persatu mulai rusak; kamera, komputer, bahkan banyak tawaran dari teman-teman ataupun orang yang baru gue kenal untuk membuat film pendek atau memotret. Tapi terpaksa gue tolak karena memang tidak ada dukungannya. Apakah gue emang terlahir bukan untuk kesana? Atau haruskah gue marah sama Tuhan? Nggak. Gue nggak boleh marah sama Tuhan, karena Tuhan tidak pernah mau membocorkan rahasianya kepada manusia. Karena Dia yang maha kuasa.

Jadi, gue harus bagaimana? Mempunyai mimpi yang gue alami seperti itu, membutuhkan setidaknya modal yang cukup besar. Meski gue membuat karya selama ini dengan modal uang tidak pernah lebih dari uang jajan gue.

Well, dimulai dari sekarang, gue mungkin akan menghentikan mimpi gue yang ingin membuat film pendek, ikut festival film pendek, film pendek gue menjadi yang terbaik dikelasnya, membuat foto yang enak dilihat, membuat gambar yang bergerak ataupun yang diam memiliki cerita, cerita gue yang ingin disampaikan pada khalayak. Agar mereka ikut merasakan apa yang gue rasakan dengan melihat apa yang gue buat. Ya, inilah cara gue berkarya. Inilah cara gue mempunyai karya yang akan dilihat orang.

Orang tua gue mempunyai mimpi yang berbeda buat gue. Sangat berterimakasih sekali jika orang tua gue memberi mimpinya kepada gue, sementara gue sudah punya mimpi sendiri. Jadi mungkin kalau keadaannya begini, gue akan menerima mimpi orang tua gue.

Ok, gue akan pindah haluan, gue tidak lagi di haluan yang jalannya penuh dengan mimpi mempunyai karya. Gue memilih jalan yang diberikan oleh orang tua gue sendiri. Nggak, gue nggak pernah maksa kebutuhan, gue juga nggak pernah maksa keinginan. Kalau memang begitu keadaannya, gue turutin apa aja, tapi selama itu kebutuhan yang memang tidak bisa dinilai-nilai lagi. Mungkin, dengan “terpaksa” gue harus merengek seperti anak manja. Maka dari itu, mudah-mudahan dengan cara gue memilih seperti ini, gue bukan anak manja, karena gue nggak mau dibilang anak manja. Dan menurut gue sendiri, gue bukan anak manja yang apa-apa harus diturutin. Look at me, gue mampu berdiri sendiri.

Sudah saatnya gue bangun. Jika selama ini gue adalah makhluk yang sedang tertidur tapi bisa berjalan.

Jadi, pah, mah, maafin ndi kalau selama ini terlalu egois, sangat egois...

0 Comments:

Posting Komentar

blog-indonesia.com