Senin, Mei 27, 2013
Filosofi Air Sungai
Saya seperti dihadapkan pada sungai yang airnya bisa berubah-ubah. Kadang keruh, kadang jernih. Kadang arusnya kencang sekali, kadang tenang sekejap. Kadang banyak orang-orang yang dekat dengan air tersebut, namun kadang sepi sekali.

Saya selalu memantaunya, sesibuk apapun saya. Kadang saya bisa menyelaminya, namun tidak bisa sampai ke dasarnya. Kadang saya hanya bermain-main air saja disitu, namun tidak bisa merasakan dingin atau hangat air itu. Kadang saya juga membiarkan orang-orang membuang sampah sembarangan ke air sungai tersebut, tapi saya tidak bisa melarangnya.

Saya juga tidak tahu mengapa saya bisa menemukan air sungai ini. mungkin karena takdir. Mungkin juga karena saya lelah berjalan, berjalan-jalan di hutan belantara tentu sangat melelahkan, bukan?

Awalnya saya tidak begitu memperdulikan air sungai ini, saya hanya meminum air sungai ini ketika airnya jernih. Hingga pada suatu hari, saya kembali menemukan air sungai ini, karena terlalu jernih lagipula airnya sangat tenang, saya jadi terlalu banyak meminumnya.

Apakah membahayakan bagi saya? Tanya saya dalam hati. Ah sudah terlanjur meminumnya, lebih baik sehari-hari saya meminumnya saja. Lagipula airnya sungguh enak.

Berhari-hari, saya bisa pastikan saya hanya meminumnya saja. Saya lihat disekitaran tepi sungai itu, banyak juga yang melihat-lihat. Saya jadi ragu, apakah orang-orang itu juga akan melakukan hal yang sama denganku. Atau malah bukan saya saja yang menikmati air ini.

Saya melihat semakin banyak yang datang ke tepian sungai itu. Ada juga yang mandi disana, ada yang mencuci disana, ada pula yang mencoba membangun sebuah rumah di tepian sungai itu. Sementara saya, masih melakukan hal yang sama: saya berjalan-jalan di hutan belantara, ketika lelah saya kembali ke sungai itu untuk meminum airnya.

Lalu, air itu berubah. Perlahan arusnya kuat, saking kuatnya bahkan menarik saya untuk mengikuti arusnya. Dan tentunya saya juga turun ke arus itu. Basah.

Tapi saya masih bisa melihat sekitar, ya, saya masih bisa menahan kaki saya agar tidak terseret ke arus yang lebih deras lagi. Ternyata bukan hanya saya saja di dalamnya. Saya melihat seseorang, samar-samar, dia sangat menikmati aliran arus sungai ini. sungai itupun seperti memlihnya untuk menjadi perenang dalam arusnya. Air sungai itu tampaknya tidak memilih saya untuk ada di dalam arusnya. Saya pikir, kenapa saya tidak tenggelam saja dalam arusnya. Tidak. Dia tidak menenggelamkan saya, begitupun arusnya kadang tenang kadang deras, namun saya tidak diperbolehkan untuk naik ke atas, atau sekedar mengeringkan pakaian saya yang basah.

Kini arusnya makin deras, kaki saya seolah terseret dengan sendirinya dalam arusnya, saya lihat dari kejauhan, sampai dimana arusnya akan berakhir. Ternyata sebuah jurang sudah menanti, masih jauh memang. Saya lihat lagi orang yang samar-samar tadi, dia sama sekali tidak tertarik ke jurang tersebut, sama sekali tidak. Bahkan dia bisa naik lagi ke tepian dan mengeringkan pakaiannya, setelah itu turun lagi ke arus air sungai tersebut.

Air ini semakin deras arusnya, semakin menarik saya. Rupanya benar-benar ada sebuah jurang yang berujung. Airnya pun makin keruh, tidak bisa saya minum untuk sementara waktu. Bahkan orang-orang yang mebuang sampah di sungai itu pun makin banyak saja. Terlebih lagi, saya makin merasakan kedinginan karena terlalu lama berendam di air. Saya tidak bisa berenang. Saya juga ragu, apakah saya bisa selamat dari aliran arusnya ini.

Untungnya, saya menemukan dahan pohon yang tipis, cukup untuk saya memanjat dahan tersebut dan keluar dari arus ini. setidaknya, saya ingin mengeringkan pakaian saya yang basah. Mungkin akan lama sekali keringnya, karena mungkin saya akan kembali terseret aliran air sungai ini.

Saya tahu, air sungai ini akan selalu beriak, beriak tanda tak dalam, atau mungkin saya akan keluar dari hutan ini. saya tidak tahu.
blog-indonesia.com