Jumat, Desember 16, 2011
Memento Mori


Pada suatu ketika hujan lebat tiba... langit mengabu-abu...

Aku jadi teringat tentang cerita orang yang menemukan serendipity bertahun-tahun lalu.

Orang itu datang kepada saya dan menanyakan segalanya tentang saya. Begitu juga sebaliknya yang saya lakukan...

singkat cerita, orang itu selalu kembali pada saya dan bekeluh kesah. Sebenarnya ada cinta yang tumbuh pada saat itu, saya menerka. Meski akhirnya saya yang kepedean.

Aneh, serendipity membuat kita jatuh cinta pada seseorang yang tidak kita kenal. Bahkan mungkin tidak nyata wujudnya. Bahaya. Saya benar-benar menghentikan kegiatan ini.

Tapi tidak demikian, serendipity benar-benar ada, membawanya dan aku menyeberangi dunia nyata. Menjebatani segaris mata yang selama ini menuntun kami ketika menjelajahi dunia maya.

Dia benci akan hujan. Seolah dia hanya senang pada matahari. Semenatara aku senang ketika hujan datang.. seolah airnya mampu membasahi segala kesalahan yang telah ku perbuat... kita berbeda, namun sama. Sama dalam cinta. Mungkin, hanya waktu itu saja kami menemukan persamaan dalam cinta.

Lama tak kudengar kabarnya lagi... hari ini, kabar duka menyelimuti ruang yang sedang menunggu seseorang untuk belajar bersama-sama, ruang kuliah pada waktu itu riuh, hanya aku yang tampak kusut...

napas tertahan, rongga dada ku tepuk lamban demi percaya bahwa ini tidak nyata.. namun kabar ternyata benar..

Berita duka, walau ditulis dengan pemilihan kata yang terindah sekalipun, namun aksaranya adalah anak panah. Semoga yang disana selalu diberikan ketabahan dari yang Maha Kuasa. Walau ku tahu, air mata akan mengalir deras, akan ada setetes yang jatuh turun ketanah. Dan dia akan merindukan kepergiannya untuk waktu yang lama.

Yang kutahu, dirinya sekuat baja. Hatinya tidak mudah patah. Kesepian bukan teman terbaiknya. Dan mungkin menurutnya, hidup adalah hari ini, bukan kemarin, bukan juga besok.

Tapi dari yang kutahu tentang wanita, tetap saja wanita...

dia akan menangis, dia akan mudah diam, dan dia sulit sekali di tebak..

kabar duka tentang kematian seseorang yang ia cintai dari lahir atau mungkin bahkan dari rahim. Terlihat jelas meski kita tidak saling berpandangan, hanya berupa kata, ekspresi, dan makna emoticon belaka. Seluruh jiwa kosong bertabrakan dari layar handphone. Tetap ku rasakan ada pasrah yang berserah. Namun ada juga tanya yang mengundang mengapa.

Tanya adalah punya yang bertanya, namun jawaban selalu berasal dari yang punya segalanya. Segala macam rupa tanya, akan terjawab kelak. Dan mereka yang sudah lelap ditanah sana, yang sudah menemukan jawabannya.

Bisa kurasakan saat ini dia menangis. Bertanya “mengapa”... mengapa dirinya? Mengapa bukan yang lainnya? Mengapa bukan milik orang-orang yang dosanya melebihi dirinya?

Saat ini, mungkin percuma bila ku hibur, jauh juga jaraknya.... percuma juga ku bagikan kata-kata bijak untuknya. Selain bisa bilang tidak setuju pada kata bijak, aku membiarkannya menangis, melepas segala lara yang akan dia sentuh selama bertahun-tahun kedepan. Aku tidak mau dia memikirkan aku, yang aku mau dia pikirkan dirinya sendiri.

kalau tanya tidak mampu terjawab, mungkin diam solusinya...

bisa kurasakan akan kehilangan yang melahirkan ke bumi. Rasanya baru kemarin saya bahagia dengan ulang tahun ibu saya. Saya bahagia karena Tuhan masih memberikan umur kepada ibu saya.

Saya berat untuk melanjutkan tulisan....

Disini kita bicara. Meski raga diam. Dengan hati telanjang. Lepaslah belenggu diantara kita. Sesungguhnya lepaslah. Sesuatu yang hilang. Sudah kita temukan. Walau mimpi ternyata. Kata hati sebenarnya. Bahwa sepi itu nyata. Dan rindu itu... ku bagi padamu..

Hei, yang disana. Padamu aku berkunjung, menjenguk keberhintan waktu. Pada diriku sendiri aku bertamu, menanyakan keberhentian waktuku.

Siapa yang telah menyelinap dan mengambil matahari?
0 Comments:

Posting Komentar

blog-indonesia.com