Kamis, Mei 06, 2010
Dari Mendengar
Disamping gue ada sekotak pringles.. sambil duduk duduk manis di depan layar komputer.. daripada bengong bikin ayam tetangga ogah bertelur.. mendingan nulis nulis ah..

the topic is..

Emang, dari jaman gue SMP, gue mulai memikirkan hal hal yang seharusnya belum gue pikirin untuk usia segitu. Awalnya kerasa aneh memang. Dan kebiasaan gue itu tumbuh makin jadi sejak gue masuk SMA. Mulai timbul banyak pertanyaan dalam benak gue, mengapa begini, mengapa begitu. Maklum, dari SMP sampe SMA gue sering banget naik angkot dari Cilegon ke Anyer, yang memakan waktu sekitar 45 menit, kadang bisa 1 jam lamanya. Salah satu hiburan bagi gue adalah tidur dan kalau gak ngantuk ya gue iseng iseng menganalisa hal hal yang gue liat dari balik jendela angkot.

Untuk sekian kalinya, dalam proses bikin film, hal hal itu juga jadi pemikiran gue. Sampai akhirnya sebelum gue berniat menjual film di Cilegon, gue udah berpikir secara otodidak bahwa umumnya yang komunitas tertentu atau teman dekatnya saja yang mengakui dan mengapresiasikan karya kita, atau mungkin kata kata ini yang sering kita dengar “wuih, lo hebat, cuy!” tapi kata kata itu hanya sebatas.. ya.. hari itu saja. Mungkin sedikit dari kita yang tau karya kita. Atau jangan jangan, sedikit dari kita yang tau kalo Golagong yang terkenal itu adalah penulis dari Serang, Banten. Who knows? I know he is writter star yang menginspirasikan gue.. from HAI magazine to BALADA SI ROY! Amazing! hehe..

kenapa orang terutama anak muda di cilegon jarang yang tau, mengakui, dan suka dengan karya dari salah satu anak Cilegon.

Question-nya adalah..

Kenapa kita begitu sulit sekali berkarya di daerah sendiri?
Kenapa hanya orang orang tertentu saja yang mengetahuinya?
Kenapa di daerah kita sendiri, cilegon, belum bisa nyetak semisal UNGU, Boim Lebon atau Nicholas Saputra?
Apa karena penyampaian karya kita yang sulit di terima infonya?
Apa ada yang salah dari merekanya atau kitanya?
Nothing passion or appreciaton? Or both?

So, lets check this.. gue sebut ini postingan aja, bukan artikel yang sekarang makin dianggap hanya wacana.

Mungkin kasus yang gue maksud ini bukan hanya di Cilegon aja, di lampung misalnya. Dulu, kita anggep lampung kota yang biasa biasa aja. Sekarang, orang orang baru ngelirik band band dari lampung begitu KANGEN BAND muncul ke permukaan. Baru setelah KANGEN BAND berubah jadi band berlabel. Terlepas dari image band mereka itu, orang baru ngeh sama band band dari lampung. Padahal lampung kota yang udah lama banget ketimbang cilegon. Inget satu hal, kita harus mengakui Cilegon adalah kota terbesar dengan penghasilan yang rata rata besar juga. Ada pabrik KS, PLTU SURALAYA, Pelabuhan Merak, dll. Sebelum Cilegon berubah jadi kota administratif, kita udah lebih dulu dikenal dengan pabrik pabrik disitu. Cilegon lebih dulu berperan sebagai kota yang penting di ujung pulau jawa ini.




So, apa itu udah cukup dengan dikenalnya cilegon dengan kota pabrik? Tentu kita sebagai manusia gak puas. Manusia memang selalu merasa tidak puas.

Jakarta, Bandung, Bali, Yogyakarta memang punya ke-khas-annya masing masing, tapi mereka bisa dan keren dalam berkarya sehingga dikenal sampai sekarang. Yo wes, Bandung misalnya, terkenal dengan distro distro yang ada disana. Apakah anak anak muda disana puas dengan adanya distro doang? Jawabannya tentu saja tidak. Kenapa banyak band indie terkenal dari bandung? Mereka memanfaatkan jaringan distro disana (salah satunya). Jakarta, mereka juga banyak yang memanfaatkan jaringan komunitas. Yogyakarta yang sejauh ini gue liat, juga sama metodenya, memanfaatkan jaringan komunitas, dan komunitas mereka cenderung lebih berani “keluar” dengan semboyan “do it yourself”.

Kita selalu takut “keluar”. Misalnya kita mau bikin ini itu, pasti selalu mikir panjang. kita selalu mikir “yang penting di kenal dulu, sekarang sih belum saatnya”. Enggak salah sih kalo kita emang mikirnya begitu, tapi kenapa kita masih takut? Masih malu malu untuk keluarkan segala ekspresi/karya kita. Kita masih merendah, walaupun gue pikir kadang kita pun harus merendah, takut sombong, tapi kalo kita punya energi positif, kenapa engga kita berani “keluar”.

Sedikit dari yang gue tau bahwa karya mereka udah sukses, tapi masih banyak yang gue tau kalo karya mereka hanya sebatas orang orang tertentu saja yang tau. Sisanya, kebanyakan dari orang orang bilang “emang ada yah itu?.. emang ada yah?.. cakep gak sih dia?” yang terkahir itu yang bikin gue geregetan. Satu lagi yang gue pelajari, kita cenderung melihat karya seseorang dari fisiknya. Belum melihat dari sisi yang berbeda.

Kalau begitu, bagaimana cara agar karya kita diliat orang banyak? Dan mampu membuat “ngena” oleh banyak orang?

Gue punya pemikiran berbeda dari kebanyakan. Selama ini sering gue nemu orang yang berpikir dalam karyanya untuk “yang penting ngena” dan cenderung melakukan yang standar standar aja.

Berawal dari mendengar. Kalo hanya melihat belum tentu didengar. Dan kalo sudah di dengar, selanjutnya akan dirasakan. Kemudian baru dilihat.

Karya kita perlu didengar oleh orang banyak. Jangan malu berekspresi. Jangan malu kalo lo punya idealisme dalam berkarya. Dan buang jauh jauh rasa minder karena takut bersaing. Yang gue takutin malah lo ngambil jalan yang “aman-aman saja”, dan lo jadi followers dan hanya selamanya jadi followers.

Masalah “ngena” atau tidaknya, itu nomer sekian. Kita bisa nyusun strategi agar karya kita itu “ngena”, yang terpenting adalah, bagaimana caranya karya kita didengar.

Banyak cara agar karya kita di dengar luas. Di bukunya Rosalie Maggio yang berjudul How To Say It, berbicara adalah kunci kemampuan yang efektif dalam menyalurkan pendapat. Ingat, karya kita adalah pendapat, opini, atau ungkapan kita terhadap sesuatu. Bayangin kalo kita diem, padahal kita punya potensi berkarya, yang belum tentu juga orang itu bisa melakukannya. Mana bisa karya kita di dengar begitu saja, apa yang lo harapin? Suatu saat karya lo bisa di dengar? Kalo cuman diem, mungkin selamanya karya lo gak akan muncul ke permukaan.





Ada salah satu quote yang menarik dalam buku itu, “seorang penggosip adalah orang yang mengatkan kepada anda tentang orang lain; seorang yang membosankan adalah orang yang hanya berbicara mengenai dirinya; dan seorang pembicara yang brilian adalah orang yang berbicara dengan anda mengenai diri anda” (Lisa Kirk)

Apa yang bisa kita tangkap dari quote tersebut? Ya! Jangan sampai lo jadi orang yang membosankan. Dalam menyampaikan karya kita, orang gak perlu tau bagaimana tentang karya kita, bagaimana proses pembuatannya, apa tujuannya. Ada disaat saat tertentu kita harus mengungkapkan diri kita sendiri. Tapi satu hal yang gak akan pernah dilupain sama orang lain, karya kita harus benar benar bercerita. Karya kita adalah cerita untuk semua orang yang akan mendengarkan cerita kita itu.

Seorang photografer LOMO DIANA F+ yang kebetulan juga dia master gue! hehe.. waktu itu gue pernah diskusi singkat mengenai pemikirannya..
“jaman sekarang banyak banget photografer, banyak banget orang orang nenteng DSLR, NIKON, OLYMPUS, LOMO, DIANA, HOLGA, FISHEYE, bahkan kamera digital pun sering banget di pake orang buat bereskperimen.. tapi kenapa dari mereka gak pernah mengaplikasikan eksperimennya, kenapa masih hanya sekedar mencoba, belajar, dan.. hm, sekedar hobi, hobi baru kali..”

Dari diskusi yang menurut gue cepet bosen tersebut, gue dapet satu hal yang menarik. Orang yang seperti temen gue bilang itu, cenderung belajar lebih banyak agar dia siap mengaplikasikan apa yang dia pelajari. Otodidak hanya dilakukannya sekali kali. Kalo begitu pertanyaannya adalah, kapan? Yap, kapan kita akan mengaplikasikannya? Kapan kita mau bikin cerita buat di dengar orang orang??

Inilah mengapa kita cenderung gak berani mengeluarkan karya kita. Terlalu banyak ketakutan dulu sebelum muncul. Takut sebelum berperang. Takut di kritik.

Kritik mungkin bisa jadi masukan bagi kita yang punya karya, kritik juga bisa menjatuhkan karya kita. Tergantung.

Udah gue bilang, karya kita harus didengar. Dan sebelum karya kita di dengar, dan setelah karya di dengar, kita juga harus mendengar mereka. Ya, mereka yang kena cerita karya kita juga harus kita tanggap kritikan mereka. Segala komentar mereka. Mendengar mereka bercerita betapa jeleknya karya kita, atau mendengar mereka menceritakan betapa bagusnya karya kita. Syukur kalau kita jadi buah pembicaraan mereka, karena dari situ, siapa tau karya kita banyak dicari orang karena mereka penasaran setelah mendengar. Maybe yes, meaybe no kan..

Dari buku yang kayaknya lo juga udah pernah baca, The Starbucks Experience karya penulis Joseph A. Michelli, memberikan 5 prisip untuk mengubah hal biasa menjadi luar biasa (damn! I like this words!) salah satunya adalah dengan mendengarkan kritikan.





Di prinsip yang ke 4, disitu ditulis TERBUKA TERHADAP KRITIK. Jangan keberatan dikritik. Jika tidak benar, abaikan saja; jika tidak adil, jangan tersinggung; jika tidak beralasan, tersenyumlah; jika terbukti, itu bukan kritik. Pelajarilah.

What do you fell about this words? If you receive all what their say it from yourself, you can increase yourself.

Kemarin gue membalas komen komen mereka, dimana gue dengan gak punya malu nge-tag gambar cover DVD yang gue jual. Hehe..

Banyak pertanyaan yang masuk. Banyak kritikan juga, banyak diantaranya yang memberi masukan, serta merespon positif kegiatan gue ini. So, thanks folks :)

Satu persatu gue jawab, disinilah peran gue, gue harus betul betul ngasih perhatian kepada calon pelanggan gue. kalau mereka nanya, ya gue jawab, kalo mereka ngasih respon, gue feedback. Begitulah cara gue menawarkan DVD yang gue jual ini. Meskipun gue tau, gak banyak dari mereka yang tau siapa gue. lets see.. who’s cepeng gembel? I’m just ordinary, I’m just boy, I’m just tiny car :)

Sebenernya gue sengaja 2 hari gak merespon pertanyaan yang masuk, komentar yang masuk, serta kritikan yang masuk, karena gue mau mereka ngomong sebanyak banyak mungkin tapi tetep ada pada aturan.

Salah satunya yang udah terprovokasi dengan ulah gue adalah seperti ini..

wah,,,kayaknya lo emang lagi galau2nya ya?hahahaha...
menurut gw sih,,,usaha lo udah bagus.. pertama sebagai orang yang satu almamater sama lo, gw salut sama lo. udah berusaha menitikan udara kreativitas di kota cilegon, dengan cara lo sendiri, apapun bentuknya, dalam bentuk film contohnya.
tapi,, mungkin sebenernya lo belum terlalu memikirkan ... kondisi di cilegon sendiri. menurut gw ada beberapa hal yang mungkin jadi bahan evaluasi :
1. memang passion masyarakat akan kreativitas masih belum terasah dengan baik. jadi, untuk membeli dvd yang lo jual, harus mikir berapa kali juga,,,apalagi dvdnya bisa di tonton bareng. masyarakat di sana kebanyakan belum mampu untuk mengapresiasikan karya seni sejauh yang lo harapkan.
2. bener kata lo kalo keberadaan lo di sana berpengaruh. karena cuma lo (atau mungkin beberapa orang) aja yang tau apa isi dvd lo. apa yang lo jual. dan potensi apa yang lo promosikan di dalam dvd lo itu.
3. jangan salahin keadaan. jangan salahin siapapun. karena justru dari situ kita bisa belajar banyak. orang2 ga perlu tau seberapa keras lo berusaha untuk membuat sebuah karya. tapi orang2 harus tau bagaimana karya lo itu "ngena" (apa ya istilahnya...bermanfaat kalinya kalo bahasa formalnya) buat orang lain. orang lain ga perlu seberapa susahnya Thomas Alfa Edison menemukan lampu, tapi bagaimana si Thomas ini tau dan membuktikan pada masyarakat bahwa lampu itu mungkin adanya!


Dan jawaban gue adalah..
1. memang passion masyarakat akan kreativitas masih belum terasah dengan baik. jadi, untuk membeli dvd yang lo jual, harus mikir berapa kali juga,,,apalagi dvdnya bisa di tonton bareng. masyarakat di sana kebanyakan belum mampu untuk mengapresiasikan karya seni sejauh yang lo harapkan.

itu yang sebenernya gue rasakan ka.. dari awal emang mikirnya selalu kesana.. nah untuk itulah, harusnya ada yang menciptkan passion itu.. dengan cara, ayo kita berkarya sebanyak banyaknya, jangan hanya dibidang tertentu saja.. ambil contohnya, band yang mengatasnamakan indie di cilegon udah banyak (meskipun kita gak kenal mereka) tapi mereka gak keluar secara market! gak tau ya, pemikiran setiap orang kan beda beda, tapi menurut gue, dengan keluar secara market kita bisa menciptakan passion itu.. memang sih harus pede, dan lagi pake modal yang gak sedikit untuk mendapatkan modal keluar secara market.. solusinya, konsep jualan mereka! sekarang orang udah jenuh dengan konsep jualan yang itu itu saja.. perlu kreatifitas juga dalam konsep jualan.. dengan begitu, mungkin passion masyarakat bisa tercipta dengan sendirinya.. menurut gue begitu salah satu cara untuk masyarakat mampu mengapresiasikan karya seni.. hm, mungkin menghargai kali ya.. hehe..


2. bener kata lo kalo keberadaan lo di sana berpengaruh. karena cuma lo (atau mungkin beberapa orang) aja yang tau apa isi dvd lo. apa yang lo jual. dan potensi apa yang lo promosikan di dalam dvd lo itu.

yep, intinya begitu.. masalahnya gue emang gak ada di sana ka.. tapi sekarang, Alhamdulillah, sejak gue lebih aktif dalam mempromosikan (di facebook, blog, dan media social network yang ada orang cilegonnya! hehe) sejauh ini market udah naik, artinya gue berhasil menjual satu persatu.. malah, dalam 1 hari kemarin gue nerima kabar kalo DVD gue naik jadi 20% plus gue banyak nerima sms dan email dari mereka yang penasaran (padahal, sebelumnya gak ada yang beginian).. ya tadi itu, gue ngasih tau mereka (para distributor gue) konsep promosi yang unik, yang gak biasalah.. jadi setiap hari gue suruh promosi! tapi dengan cara yang berbeda beda.. emang sih, gue gak bisa ngawasin mereka langsung, tapi semoga saja mereka menjalankan semua perintah dari gue HAHA.. :)
hanya Tuhan yang tau ka..


3. jangan salahin keadaan. jangan salahin siapapun. karena justru dari situ kita bisa belajar banyak. orang2 ga perlu tau seberapa keras lo berusaha untuk membuat sebuah karya. tapi orang2 harus tau bagaimana karya lo itu "ngena" (apa ya istilahnya...bermanfaat kalinya kalo bahasa formalnya) buat orang lain. orang lain ga perlu seberapa susahnya Thomas Alfa Edison menemukan lampu, tapi bagaimana si Thomas ini tau dan membuktikan pada masyarakat bahwa lampu itu mungkin adanya!

engga ka, gue gak nyalahin siapapun. malah, gue sempet ngelamun dan ngejudge diri sendiri "buat apa ya gue begini, begitu, gue kan udah kuliah, kenapa gue masih nyari duit dari film gue?" intinya, gue mau karya gue terlihat "berbeda", ya gue sangat menghormati "gratisan", tapi kalo kita terus terusan di gempur yang gratisan, apa yang kita dapet? apresiasi doang? mau diapain karya gue? dijual atau di gratisin juga?.. itu yang terus ngeganggu pikiran gue.. hehe akhirnya.. gue mutusin untuk di jual karena gue pingin karya gue di denger oleh orang banyak, kalau ada kebetulan orang yang gue kenal nanyain film gue, maka gue kasih.. gue mau tau respon dia, nerima atau gak? Itu urusan mereka.. yang penting sasaran gue tadi, orang yang menghargai kreatifitas seseorang.. masalah "ngena", mungkin tebakan gue bener nih.. kakak pasti udah baca postingan blog gue? hehe makasih banyak loh :) tapi itu lah cara gue mempromosikan barang gue.. mungkin terlihat agak aneh memang, terkesan kayak memaksa kan? tapi jujur, bukan memaksa.. karena market gue adalah orang yang menilai sebuah karya itu.. makanya di film ini gue ngasih tema: HIDUP ITU ADALAH SEBUAH FILM, mungkin kakak bakalan tau setelah nonton filmnya :)

mungkin untuk yang nomer 3 perlu dikaji lagi. Disini memang gue terlihat seperti mempromosikan diri gue sendiri. seolah olah orang harus beli DVD gue dengan membaca proses pembuatannya.. padahal emang sih sebelum kakak kelas gue itu (belakangan gue baru ngeh kalo dia kakak kelas gue, satu sekolahan!).. oke gue ulangin lagi, sebelum kakak kelas gue berkomentar seperti itu, udah jadi pemikiran gue sebelumnya.. well, mau diapain lagi, beginilah cara gue mempromosikan DVD gue.. menurut gue, orang perlu tau juga bagaimana cara gue dalam pembuatan DVD film yang gue jual tersebut. Karena, metode promosi atau penjualan yang biasa biasa saja, yang hanya mentingkan “ah karya gue harus bermanfaat!” itu sudah menjemukan menurut gue. kenapa? Karena perlu kita ketahui, untuk siapa karya ini?

Sekarang orang cenderung ingin tau bagaimana proses itu. because, knowledge is free, everybody needs knowledge.

Sementara yang gue sampaikan kepada mereka pada postingan kemarin mempunyai tujuan, yaitu selain ingin memberi tahu kepada mereka “how I can..?”, sekaligus membuat orang mau beli DVD-nya ;p

Lagian, gue kenal jenis barang apa yang gue jual. Bukan CD ALBUM MUSIK, bukan BAJU/KAOS, bukan juga berupa barang yang bermanfaat bagi orang banyak (buat anak anak dan lanjut usia? Apa keuntungan mereka membeli DVD gue? hanya buang buang duit saja mungkin). Bermanfaat bagi mereka yang ingin survive. Dalam film ini, kami ingin bermanfaat bagi mereka yang sedang mencari jati diri, menghibur diri, dan ingin sadar diri :)

HIDUP ADALAH SEBUAH FILM, intinya begitu. Di dalamnya dikemas bagaimana proses pembuatan film itu, bagaimana hasil yang didapat dari film itu, dan bagaimana pandangan kami (YEYE CREW) menganggap hidup itu sama dengan film. Semuanya bercerita dari balik kamera yang sering kami gunakan untuk membuat film :)
0 Comments:

Posting Komentar

blog-indonesia.com